Senin, 05 Maret 2012

Sebutkan Sumber untuk Menghidari Plagiat

Sebutkan Sumber untuk Menghidari Plagiat

Minggu, 04/03/2012 - 13:49
BANDUNG, (PRLM).- Gelar atau titel akademik yang masih lebih dipandang dan dihargai ketimbang ilmu itu sendiri membuat akademisi mengambil jalan pintas dengan melakukan aksi plagiarisme. Padahal sebenarnya untuk menghindari plagiat cukup simpel, hanya dengan mencantumkan sumber maka seseorang terhindar dari tuduhan jiplak menjiplak.

"Iya sebetulnya sangat simpel. Hanya dengan mencantumkan nama penulis aslinya. Sebab sebuah karya itu harus original, dan semua hak kekayaan intelektual harus dihargai. Dengan menjiplak tanpa menyebutkan sumbernya maka itu adalah pelanggaran," kata Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran yang juga Kepala Unit Pelaksana Teknis Hak Kekayaan Intelektual Unpad, Miranda Risang Ayu saat dihubungi, Minggu (4/3).

Miranda menjelaskan, ada dua UU terkait plagiarisme ini. Pertama UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dan yang kedua adalah UU Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Dalam UU ini, kejahatan akademik tersebut disebut dengan istilah pelanggaran hak moral.

"Disebutkan bahwa pengembangan ilmu pengetahuan ittu harus berdasar pada HKI. Hak cipta adalah bagian dari HKI, paten juga. Dan prinsip-prinsip HKI itu harus diindahkan. Konteks disini, hak cipta terkait hak moral dan originalitas. Hak moral adalah hak seorang pencipta untuk selalu disebut sebagai pencipta. Ini terkait integritas dari si pencipta. Sementara prinsip originalitas itu harus asli, tidak menjiplak yang berarti semua referensi harus dicantumkan," ungkapnya.

Menurut Miranda, semakin banyak sumber dan bahan referensi dari sebuah karya maka akan semakin bagus. Sebab ilmu pengetahuan diibaratkan sebuah bangunan yang tidak bisa berdiri sendiri. "Seperti bangunan yang terdiri dari banyak batu bata. Nah ketika kita berdiri di atas bangunan ini untuk menciptakan satu analisa yang baru, maka batu bata di bawahnya yang menyusun itu harus disebutkan. Itu adalah etika akademis, dan ketika kita tidak menyebutkan itu berarti kejahatan akademik. Sama saja dengan pencuri, jahat, dan tidak etis," ungkapnya.

Menurut Miranda, selain sebagai bentuk penghargaan terhadap karya dan jerih payah orang lain dalam menghasilkan sesuatu, dengan menuliskan semua sumber yang menjadi referensi maka itu juga merupakan bentuk tanggung jawab terhadap ilmu itu sendiri.

"Dunia akademis bukan dunia ekonomi. Dan seringkali hak ekonomi dikesampingkan. Tetapi tidak dengan hak moral. Ketika kita mengutip dan mencatumkan sumber, kita tidak harus bayar kepada si penulis. Berapapun sumber dari karya kita, 100 sumber pun tidak perlu bayar. Kecuali kalau kita beli bukunya. Cukup dengan menuliskan sumber. Karena sebuah karya yang bagus adalah gabungan dari berbagai pemikiran. Kita yang menganalisa dan bandingkan dengan pemikir lain," tuturnya.

Miranda menjelaskan, potensi plagiat di semua lembaga akademis pasti selalu ada. Apalagi di kalangan mahasiswa. Tetapi kalau disebutkan sumbernya dan menggabungkan dengan pemikir lain tidak menjadi masalah. "Biasanya setiap institusi sudah punya aturan dalam penegakan hukum plagiarisme ini. Pasti merujuk ke dua UU tadi. Jadi pasti ada sanksi akademik di dalam lembaga itu sendiri," ucapnya. (A-157/A-147)


sumber:
Sebutkan Sumber untuk Menghidari Plagiat